It’s just one of my way to express my self

   Sekumpulan anak muda yang masih belajar meraba dunia. Mencoba menjalani kehidupan, meniti jalan, membangun masa depan. Dengan tawa dan tangis, together we try to do our best, together we try to be the best, and together we get our best.

Special thanks for lina, neni, citra and endah for always keep me around, caring and loving. For dhimas, iqbal and henry, thank you for being a good friends.

Last but not the least, for my dearest friends in management D, cant believe we have spend our 5 semester together. Its always fun to have u at the class.

Anak kecil tidak bisa menerawang masa depan, tapi tak pernah khawatir akan hari esok. Anak kecil juga tidak bisa mengubah masa lalu, tapi tak pernah ia menyesal akan hal itu. Anak kecil hanya melakukan yang terbaik di saat dan waktu ia ada dan mengada. Berbeda dengan sebagian besar kaum besar, yang seolah-olah selalu sarat akan kerumitan, dan kegalauan.

Mustahil memaksa menjelma Jayabaya, yang bisa menerawang masa depan. Tak ada gunanya pula memaksa memiliki keris sakti, yang mampu mengubah masa lalu. Sehingga hal paling logis yang dapat dikerjakan di titik dan saat tertentu adalah melakukan yang terbaik. Yang terbaik untuk setiap fase, setiap babaknya. Manis atau pahit kemudian yang penting merupakan buah dari usaha terbaik sekarang, kan?

Saya mencoba mendalaminya. Menelaah mulai dari masalah pertemanan, perkuliahan, karier, hingga percintaan, Benar juga, ya…. Siapa yang tahu bocah yang barusan mengajak berkenalan akan menjadi sahabat terhebat di perantauan kelak? Siapa yang tahu ujian matematika besok akan memberikan soal seperti apa? Siapa yang tahu sarjana muda ini nantinya akan menjadi bos, atau jongos belaka? Siapa yang tahu status in a relationship yang sudah ada sekarang akan berlanjut ke pelaminan, atau malah pelamunan? Tidak ada yang tahu.

Yesterday is history, tomorrow is a mystery, today is a gift, that’s why it’s called the present.” -Alice Morse Earle

Berlapang Dada

Saudaraku, ada kisah menarik dari Anas bin Malik.

Suatu ketika ia berjalan dengan Rasulullah SAW. Ketika itu, datanglah seorang Arab badwi dari arah belakang. Dengan serta-merta ia menarik jubah najraani yang dikenakan Rasulullah SAW. Anas berkata, ”Aku memandang leher Rasulullah dan melihat bahwa jubah itu telah meninggalkan bekas merah di sana karena kerasnya tarikan. Orang badui itu kemudian berkata, ‘Wahai Muhammad, beri aku sebagian dari kekayaan Allah yang ada di tanganmu’. Rasul kemudian menoleh kepadanya, dan tersenyum, lalu memerintahkan agar orang itu diberi uang.”

Kisah ini menggambarkan betapa mulianya akhlak Rasulullah SAW. Beliau tidak pernah membalas keburukan orang dengan keburukan lagi. Saat dihina, beliau tidak marah atau sakit hati. Beliau justru mendoakan kebaikan. Mengapa Rasulullah SAW mampu tenang dan bijak menghadapi gangguan orang lain?

Jawabnya,
Rasulullah SAW memiliki kelapangan dada dan kejernihan pikiran.

Ternyata, yang membuat hidup kita tidak bahagia adalah diri kita. Penyikapan yang buruk terhadap suatu kejadian adalah sumber penderitaan. Mirip orang yang sariawan makan keripik pedas. Ia menangis, marah, dan uring-uringan. Yang membuat ia menderita bukan keripiknya, melainkan lidahnya yang berpenyakit. Bagi orang yang tidak sariawan, keripik tersebut nikmat dan renyah.

Saudaraku, ada banyak hal yang membuat hidup kita tidak nyaman. Salah satunya adalah kegemaran menyimpan ”memori-memori” buruk. Otak bisa diibaratkan wadah penyimpanan yang akan kotor ketika kita mengisinya dengan sampah.

Pengalaman-pengalaman buruk, seperti penghinaan, perlakuan buruk, cemoohan, ketersinggungan, kegagalan, dan lainnya; adalah ”sampah” yang berpotensi mengotori pikiran. Semakin sering kita menyimpan memori buruk di otak, semakin negatif sikap dan perilaku kita.

Karena itu, satu syarat agar hidup kita bahagia adalah membersihkan kepala dari ”sampah-sampah” busuk.

Bagaimana caranya?

Pertama, selalu berusaha mengingat kebaikan orang dan melupakan keburukannya. Saat orang lain menyakiti kita, carilah seribu satu alasan agar kita tidak benci. Ingatlah selalu kebaikannya. Jangan sampai kita mengabaikan seribu kebaikan orang, hanya karena satu keburukan yang boleh jadi tidak sengaja ia lakukan.

Kedua, segera lupakan semua perlakuan buruk orang lain. Ibaratnya, kalau tinta mengotori muka, maka tindakan yang bijak adalah segera membersihkannya, bukan membiarkannya, atau menunjukkannya pada yang lain. Demikian pula saat orang berlaku buruk pada kita, menghina misalnya, alangkah bijak bila kita segera menghapusnya, bukan memendamnya, membesar-besarkannya, atau menunjukkannya pada banyak orang.

Ketiga, mohonlah kepada Allah SWT agar diberi hati yang lapang dan pikiran yang jernih. Ada doa dalam Alquran yang bisa kita panjatkan, ”Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku; dan mudahkanlah urusanku; dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku; agar mereka mengerti perkataanku.” (QS Thaahaa [20]: 25-28).

‎​Ada seorang raja yg setiap pergi berburu selalu ditemani oleh seorang sahabatnya yg terkenal dgn ketakwaannya. Tiap kali menemui sesuatu yg tdk mengenakkan, sahabatnya itu selalu berkata

“Semoga ini baik, Insya ΛLLΛH”

Kata2 ini selalu diulang-ulanginya pd setiap kejadian yg secara dhahir tampaknya kejadian buruk.

(*)Pada suatu hari saat sang raja berburu bersama sahabatnya mereka ditemani oleh pengawalnya, jari raja terkena tombak dan terpotong. Darah pun mengucur. Si sahabat berkata, “Semoga itu baik, insya ΛLLΛH.” Raja marah & memerintahkan pengawalnya utk memenjarakannya. Saat pengawal ditanya raja, “Apa yg dikatakannya saat kalian menutup pintu penjara ?” Pengawal menjawab, “Ia hanya mengatakan, Semoga ini baik, Insya ΛLLΛH.”

(*)Suatu ketika saat raja pergi berburu tanpa ditemani oleh sahabatnya, ia tersesat di hutan. Sedangkan di hutan tersebut terdapat suku yg menyembah berhala & tiap tahun mengorbankan orang kepada berhalanya. Raja pun ditangkap oleh suku tsb. Namun, saat diperiksa didapati bahwa jari raja tidak lengkap. Mrk pun menolak mengorbankannya, krn korban harus dalam kondisi yg sempurna. Raja lalu dilepas & ia kembali ke istananya.

(*) Akhirnya ia menyadari kebenaran ucapan sahabatnya. Sahabatnya pun dikeluarkan dari penjara.

Raja bertanya, “Ketika engkau mengatakan, ‘Semoga itu baik, Insya ΛLLΛH’, saat jariku terpotong, aku menyadari bahwa kebaikan itu adalah aku tidak jadi disembelih utk berhala karena fisikku tidak sempurna. Sekarang saat engkau dipenjara, apakah kebaikan itu ?”

Ia menjawab, “Andaikata saat itu saya bersamamu, maka mereka akan menyembelih saya sebagai penggantimu.”

(*) Berprasangka baiklah selalu kepada ΛLLΛH SWT : “Semoga ini baik, insya ΛLLΛH.”

Semoga ALLAH SWT memberi kebaikan pada kehidupan kita.

(*) Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. ΛLLΛH Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS Al-Baqarah : 216)

Moral OF THE Story :

Just Give all your best for every role of yours in Life, And let God decide what the best for you, because only God Knows what you really best of .

Thanks

Wassalamu’alaikum Wr Wb,

Reni

Dear a body of mine

dear a body of mine…
thank you for allowing me to walk, to talk, see, hear, smell, fell and cry.
thank you for allowing me to think, analyze, and to seek
knowledge.thank you for allowing me to giggle, lough and smile at
people everyda.
thank you for allowing me pray.

Dear a body of mine..
i’m sorry, i am so sorry i ever took you for granter or mistreated
you. i know i did.
i blame you for my failures, starved you, overstuffed you. i use you
as an excuse for all of my pain, when you were my shield of protection
from the outside world.

im so sorry for the constant abuse and disruption i caused you internally.
please.. please.. understand this physical destruction happen in
tandem with my internal emotional pain.
and was not really a reflection on you after all.
i really didn’t mean to harm you, you have been so kind and loyal to me.

i know one day i should leave you, and i can only thank you for
everything you done to me.
i am gone miss you.

Dont Buy Shits

If someone underestimating you, don’t believe it.

If someone calls you ugly, unbeautiful, unhandsome, unattractive, unaesthetic, or any of those similar word that have the meaning: deficient in beauty, don’t trust it.

If someone calls you stupid, dummy, moron, idiot, dumb, imbecile, beetle headed, dull, foolish, gaga, goofy, unintelligent or any of those word that have the meaning: lacking or marked by lack of intellectual acuity, don’t believe them.

You are great, trust me on that. You have won the competition against 200 million people before (see the journey of the sperm to ovum); learning a complex structure of word, it meaning, and millions of vocabulary when you are kid and trying to talk; you had pass the school/obtain a degree in university; and many of those achievement that you didn’t realizing. Try to mentioning one by one, I’m sure that you’ll be surprise how great you are, in school, on work, in your relation, in business, and in any field that you can imagine.

You are great then, why you think that you are not great now? That is how someone do to make you have a low self esteem and become under their toe.

If you let those kind of thought entering your mind, it will be dangerous, because a lot of people said: “You are what you think you are”. So, starting from now, said this word to your self, “You are great and you are pro”.

Walk straight, put your head up, and your chest in front. You are great and you are pro, trust me on that.

In life, we will meet a lot of trial or turbulence. Allah created all of those things to test us, to see how we’re going to react in those circumstances.

But some times we feel that all of those tests are weakening us, drop us apart, hitting us so hardly so were feeling numb and so sick/in pain. Be patient, and try to strengthen your patience.

O ye who believe! persevere In patience and constancy; vie In such perseverance; strengthen Each other; and fear Allah. that ye may prosper.(QS. Ali Imran: 200)

Yeah, I also sometimes feel that all of those tests are felt just a little bit too hard for me. But then I remember that prophets are even having a harder condition considered to me.

Prophet Nuh (pbuh) for example, trying to persuade his people to embrace Islam for 900 years, but all his get is only 90 whom willing to accept his exclaim.

Prophet Ibrahim (pbuh), the God beloved (kalilullah), is also had being burn by king Namrud, doesn’t have child until he was old, etc.

Prophet Luth (pbuh), whom his people like to do a disgusting gay practice, even his wife becomes a part of those people.

Prophet Yusuf (pbuh) being throw by his own brother in the middle of the desert, sold as a slave, threaten to be killed/executed, being jailed, etc.

Prophet Ayub (pbuh) who had a hard disease like no others for many years lost his family except his wife, but still only pray like this:

and (remember) Job, when He cried to His Lord, “Truly distress has seized me, but Thou art the Most Merciful of those that are Merciful.” (QS. Al Anbiya: 83)

Prophet Musa (pbuh), whom even try to be killed when he was a baby (a sorcerer telling the Pharaoh about the news that there will be a man whom will overthrowing his thrown, so he command to kill all the male baby), being chase by pharaoh soldier, and etc.

Prophet Yahya (pbuh) who had been killed.

Prophet Isa (pbuh) whom his mother (Maryam) being accused as a disgrace woman, and a lot of people even try to executed (capture) him.

Prophet Muhammad (pbuh) who is an orphan since child, beat up, being thrown by a rock, spit, and those unpleasant treat by his own people when he try to explain about Islam, try to be killed, and etc etc.

By Allah names whose my soul is in His hand, those people are God representative in this world. If He (God) wants to, he can just make all of those prophets felt happy life in this world, or even instantly killed their enemy/people who doesn’t like them. While God is the most powerful and able to do anything that He wants.

So, if those beloved and the closest person in the world with God are being patient when they have the hardest moment ever, why can we just become a little more patient?

on no soul doth Allah place a burden greater than it can bear. it gets every good that it earns, and it suffers every ill that it earns. (Pray:) “Our Lord! Condemn us not if we forget or fall into error; Our Lord! Lay not on us a burden like that which Thou Didst Lay on those before us; Our Lord! Lay not on us a burden greater than we have strength to bear. Blot out Our sins, and grant us Forgiveness. have Mercy on us. Thou art Our Protector; help us against those who stand against faith.” (QS. Al Baqarah: 286)

(Amen/please grant it Oh almighty Allah)

life

Life slips away second by second.  Are you aware that every day brings you closer to death or that death is as close to you as it is to other people? As we are told in the verse “Every soul shall taste death in the end; to Us shall you be brought back.” (Surat al-‘Ankabut: 57) everyone who has ever appeared on this earth was destined to die. Without exception they all died, every one.

Today, we hardly come across the traces of many of these people who passed away. Those currently living and those who will ever live will also face death on a predestined day. Despite this fact, people tend to see death as an unlikely incident. Think of a baby who has just opened its eyes to the world and a man who is about to breathe his last. Both had no influence on their individual birth or death whatsoever

Only God possesses the power to inspire the breath of life or to take it away. All human beings will live until a certain day and then die; God in the Qur’an gives an account of the attitude commonly shown towards death in the following verse: Say: “The death from which you flee will truly overtake you: then you will be sent back to the Knower of things secret and open: and He will tell you (the truth of) the things that you did!” (Surat al- Jumu’ah: 8) The majority of people avoid thinking about death. In the rapid flow of daily events, a person usually occupies himself with totally different subjects: what college to enroll in, which company to work for, what color of clothing to wear next morning, what to cook for supper; these are the kinds of major issues that we usually consider.

Life is perceived as a routine process of such minor matters. Attempts to talk about death are always interrupted by those who do not feel comfortable hearing about it. Assuming death will come only when one grows older, one does not want to concern himself with such an unpleasant subject. Yet it should be kept in mind that living for even one further hour is never guaranteed. Everyday, man witnesses the deaths of people around him but thinks little about the day when others will witness his own death. He never supposes that such an end is awaiting him! Nevertheless, when death comes to man, all the “realities” of life suddenly vanish. No reminder of the “good old days” endures in this world. Think of everything that you are able to do right now: you can blink your eyes, move your body, speak, laugh; all these are functions of your body.

Now think about the state and shape your body will assume after your death. While all this is taking place in the world, the corpse under the soil will go through a rapid process of decay. Skin and soft tissues will completely disintegrate. The brain will decay and start looking like clay. This process will go on until the whole body is reduced to a skeleton. However, our beloved prophet, Muhammad (PBUH), was reported to have said that the dead body of prophets, pious people and martyrs would not decay in the grave and that there is enjoyment in the grave just as there is punishment in it. There is no chance of going back to the old life again. Gathering around the supper table with family members, socializing or to having an honorable job will never again be possible. In short, the “heap of flesh and bones” to which we assign an identity faces a quite nasty end. On the other hand, you – or rather, your soul – will leave this body as soon as you breathe your last.

The remainder of you – your body – will become part of the soil. Yes, but what is the reason for all these things happening? If God willed, the body would never have decayed in such a way. That it does so actually carries a very important inner message in itself. The tremendous end awaiting man should make him acknowledge that he is not a body himself, but a soul “encased” within a body. In other words, man has to acknowledge that he has an existence beyond his body. Furthermore, man should understand the death of his body, which he tries to possess as if he is to remain eternally in this temporal world. However this body, which he deems so important, will decay and become worm-eaten one day and finally be reduced to a skeleton. That day might be very soon. Despite all these facts, man’s mental process is inclined to disregard what he does not like or want. He is even inclined to deny the existence of things he avoids confronting. This tendency seems to be most apparent when death is the issue. Only a funeral or the sudden death of an immediate family member brings this reality to mind.

Almost everybody sees death far from himself. The assumption is that those who die while sleeping or in an accident are different people and what they face will never befall us! Everybody thinks it is too early to die and that there are always years ahead to live. Yet most probably, people who die on the way to school or hurrying to attend a business meeting shared the same thought. They probably never thought that the next day’s newspapers would publish news of their deaths. It is entirely possible that, as you read these lines, you still do not expect to die soon after you have finished them or even entertain the possibility that it might happen. Probably you feel that it is too early to die because there are many things to accomplish. However, this is just an avoidance of death and these are only vain endeavors to escape it: Say: “Running away will not profit you if you are running away from death or slaughter; and even if (you do escape), no more than a brief (respite) will you be allowed to enjoy!”(Surat al-Ahzab: 16) Man who is created alone should be aware that he would also die alone. Yet during his life, he lives almost addicted to possessions. His sole purpose in life becomes to possess more. Yet, no one can take his goods with him to the grave. The body is buried wrapped in a shroud made from the cheapest of fabrics.The body comes into this world alone and departs from it in the same way. May Allah forgive us..ameen! Have a blessed day! Your sister in Islam *IM*

Lara hati..

Sobat, pernahkah kalian merasakan hal2 di bawah ini, yang membuat kalian lara dan terluka? Suatu keadaan yang membuat kalian putus asa, menderita, dan berduka?

– Terlalu berharap untuk percaya dan menggantungkan harapan pada manusia
– Terlalu berharap akan kebenaran ucapan manusia
– Terlalu berharap akan kemurnian cinta manusia
– Terlalu berharap akan kedamaian dan kebahagiaan yang ditawarkan manusia

Kalau memang kalian pernah merasakannya, atau barangkali ingin menambahkan beberapa poin lagi yang nggak tertulis disini, gue ucapin selamat, karena kalian telah melewati salah satu fase ujian terbesar dalam hidup. Sesuatu yang pernah gue rasakan, sesuatu yang sempat membuat gue hancur dan terhina. Oleh karenanya, ijinkan gue berbagi disini, sobat… Bukan memberi sebuah solusi, tapi setidaknya berbagi lara hati, yang mungkin dapat sedikit mengobati perasaan kalian itu, karena kalian tidak sendiri…

Seperti kebanyakan orang bijak bilang, sesuatu yang TERLALU itu tidak baik. Terlalu sedih, bahkan terlalu gembira. Terlalu hambar, bahkan terlalu banyak bumbu. Terlalu pasrah, bahkan terlalu percaya diri. Yang paling ideal adalah ketika semuanya seimbang, sesuai dengan dosis dan takaran. Sedih dan gembira pada waktunya, menambahi bumbu sekedar untuk menjadikan santapan tidak terasa hambar, atau berusaha seiring dengan rintihan do’a.

Yah, mungkin gue adalah salah satu orang yang sudah terlalu banyak mengkonsumsi TERLALU dalam hidup gue, sehingga gue menjadi tidak baik. Ketika hidup gue tidak seimbang, maka gue jadi tidak ideal…dan terciptalah lara hati…

Gue pernah terlalu berharap akan kebenaran omongan manusia. Contoh, mereka yang bilang “aku selalu ada di sisimu,” “Demi Allah, aku sayang/cinta kamu,” “jangan khawatir, aku akan selalu membantumu,” dll. Kala itu, gue percaya, berharap, dan yakin (dalam konteks terlalu), dan saat gue menemui kenyataan bahwa hal tersebut tidak mutlak atau ingkar, gue merasa sedih dan lara…

Gue pernah punya seorang sahabat yang senantiasa setia mendampingi gue, bahkan di kala gue susah. Namun, ketika gue terlalu berharap akan dirinya sebagai sandaran, Tuhan mengambilnya. Bahkan, setelah orang itu berjanji atas nama Tuhan dan menunjukkan sebenar-benarnya ketulusan hatinya…

Gue juga pernah punya seorang kakak angkat… Dia yang dahulunya membuat gue kagum, karena hatinya yang hangat dan penuh cinta, dan selalu menghiasi kalimat demi kalimatnya dengan kata SAYANG. Pada saat itu, gue terlalu percaya untuk menggantungkan semuanya, bahkan gue nggak ragu2 menunjukkan hina dan nista gue di hadapannya. Tapi apa yang terjadi? Cinta itu hilang, sirna seiring dengan kenyataan yang menjadi pahamnya, mungkin karena dia berpikir gue tak pantas menerima kehangatan hatinya, atau dia yang ingkar akan perkataannya, gue nggak tau dan gue nggak peduli.

Gue pun pernah punya seseorang yang sangat gue percaya, kalau boleh dibilang mungkin dia adalah yang mendekati sempurna. Namun, saat gue terlalu yakin akan terus bersamanya, Tuhan memanggil dirinya untuk selama-lamanya. Well, it was nothing I could do about. Ternyata, janji dan ketulusan yang dimilikinya tak mampu membentengi dirinya dari ajal…

Gue pun punya dua orangtua yang sangat menyayangi dan mencintai gue dengan sepenuh hati. Tapi percayalah, meskipun mereka, saat ini gue menolak untuk mempercayai bahwa ketulusan cinta mereka adalah mutlak. Paling tinggi di bumi, mungkin iya, namun tidak mutlak. Kenapa? Karena ada kalanya kalian akan terluka dan menderita, karena orangtua kalian sendiri. Jika cinta mereka mutlak, tak akan pernah ada kesedihan dan air mata saat kalian bersama mereka, bahkan kalian akan dengan senang hati menancapkan pedang ke dada dengan senyuman ketika mereka memintanya. Tapi, ini hanya sekedar pendapat yang gue anut, mohon jangan salah paham. Kita tetap harus mencintai orangtua dengan sekuat tenaga, karena merekalah yang memiliki cinta terbesar di kehidupan kita. Tidak mutlak, hanya itu saja…

Contoh lain? Tentu masih banyak. Terlalu berharap memiliki harta berlimpah, jodoh yang cantik/tampan, jabatan tinggi… Itu semua juga akan berakhir dengan lara hati bila kita tidak siap menerima kenyataan bahwa yang terjadi tak sesuai dengan kehendak.

Kalau gue sendiri? Yah, kalau dilihat dari contoh2 di atas, gue memang nggak memasang kata TERLALU untuk hal2 yang sifatnya material, jabatan tinggi, rumah gede, pujian dan sanjungan, itu pun gue nggak peduli. Mungkin kata TERLALU itu cenderung meracuni hubungan gue dengan manusia. Gue terlalu berharap akan manusia… Itu sih yang gue rasain…

Waktu mereka berubah, bersikap yang tidak gue inginkan, gue menjadi lara hati dan nggak bisa berbuat apapun…

Jadi, apa yang harus gue lakukan untuk mengatasi semua ini? Gue rasa memang berat untuk menerima kenyataan, tapi terkadang gue memang nggak bisa memanjakan diri gue dengan luka dan air mata. I shall move on, karena hidup gue bakal begini2 terus kalau gue nggak merubahnya.

Sobat, buat kalian yang sudah jauh lebih mengerti tentang lara hati dan bagaimana cara mengatasinya, gue ucapkan selamat. Kalian telah berada di level tinggi dan sudah mendekati tingkat yang disebut bahagia. Kiranya setelah membaca tulisan gue ini, kalian berkenan membantu gue naikin level gue. There are so much more I must learn to encourage my heart. Plz, gue sangat membuka diri untuk menerima senjata dan perisai baru dari kalian, untuk dapat menghadapi lara hati…

Untukmu sobat, yang mungkin masih setara dengan gue, yang sedang berjuang dan meradang… Hehehe, kerasa banget susahnya ya? Yup, kita memang masih jauh dari sempurna, but at least, kita nggak berdiam diri. Sini gue bisikin satu hal, pssst, psssst, jangan mudah roboh karena orang lain tidak menghargai perjuangan kita — MAJU TERUS! Kita dan Tuhan yang lebih tau. Semoga level kita cepet naik yak!

Untukmu sobat, yang masih diam dan tak berdaya melakukan apapun. Percayalah, suatu saat kalian pasti bisa mengatasi lara hati itu. Gue juga pernah ada di level seperti kalian. Ketika lara hati, yang bisa gue lakukan cuma putus asa dan menangis. Lalu apa sih yang gue lakukan setelahnya? Yah, rada2 munafik dan maksain diri dikit sih, gue coba sedikit KEJAM ke diri gue. “Nggak ada gunanya kalo gue begini terus, gue kudu maju.” Yah, sedikitnya kalian mau menyimpan kalimat itu di benak kalian, Insya Allah walaupun kecil, kalian akan punya semangat untuk menaikkan level kalian… Selamat berjuang yah!

So, nggak dilarang kok untuk lara hati. Menangislah, bersedihlah, menjerit dan meraunglah… Tapi ingat, jangan terlalu… Pada saatnya nanti, kebahagiaan pasti akan datang, dan persiapkan diri untuk tidak TERLALU berlebihan menikmatinya…

QUOTE: Dikutip dari acara siramaSobat, pernahkah kalian merasakan hal2 di bawah ini, yang membuat kalian lara dan terluka? Suatu keadaan yang membuat kalian putus asa, menderita, dan berduka?

– Terlalu berharap untuk percaya dan menggantungkan harapan pada manusia
– Terlalu berharap akan kebenaran ucapan manusia
– Terlalu berharap akan kemurnian cinta manusia
– Terlalu berharap akan kedamaian dan kebahagiaan yang ditawarkan manusia

Kalau memang kalian pernah merasakannya, atau barangkali ingin menambahkan beberapa poin lagi yang nggak tertulis disini, gue ucapin selamat, karena kalian telah melewati salah satu fase ujian terbesar dalam hidup. Sesuatu yang pernah gue rasakan, sesuatu yang sempat membuat gue hancur dan terhina. Oleh karenanya, ijinkan gue berbagi disini, sobat… Bukan memberi sebuah solusi, tapi setidaknya berbagi lara hati, yang mungkin dapat sedikit mengobati perasaan kalian itu, karena kalian tidak sendiri…

Seperti kebanyakan orang bijak bilang, sesuatu yang TERLALU itu tidak baik. Terlalu sedih, bahkan terlalu gembira. Terlalu hambar, bahkan terlalu banyak bumbu. Terlalu pasrah, bahkan terlalu percaya diri. Yang paling ideal adalah ketika semuanya seimbang, sesuai dengan dosis dan takaran. Sedih dan gembira pada waktunya, menambahi bumbu sekedar untuk menjadikan santapan tidak terasa hambar, atau berusaha seiring dengan rintihan do’a.

Yah, mungkin gue adalah salah satu orang yang sudah terlalu banyak mengkonsumsi TERLALU dalam hidup gue, sehingga gue menjadi tidak baik. Ketika hidup gue tidak seimbang, maka gue jadi tidak ideal…dan terciptalah lara hati…

Gue pernah terlalu berharap akan kebenaran omongan manusia. Contoh, mereka yang bilang “aku selalu ada di sisimu,” “Demi Allah, aku sayang/cinta kamu,” “jangan khawatir, aku akan selalu membantumu,” dll. Kala itu, gue percaya, berharap, dan yakin (dalam konteks terlalu), dan saat gue menemui kenyataan bahwa hal tersebut tidak mutlak atau ingkar, gue merasa sedih dan lara…

Gue pernah punya seorang sahabat yang senantiasa setia mendampingi gue, bahkan di kala gue susah. Namun, ketika gue terlalu berharap akan dirinya sebagai sandaran, Tuhan mengambilnya. Bahkan, setelah orang itu berjanji atas nama Tuhan dan menunjukkan sebenar-benarnya ketulusan hatinya…

Gue juga pernah punya seorang kakak angkat… Dia yang dahulunya membuat gue kagum, karena hatinya yang hangat dan penuh cinta, dan selalu menghiasi kalimat demi kalimatnya dengan kata SAYANG. Pada saat itu, gue terlalu percaya untuk menggantungkan semuanya, bahkan gue nggak ragu2 menunjukkan hina dan nista gue di hadapannya. Tapi apa yang terjadi? Cinta itu hilang, sirna seiring dengan kenyataan yang menjadi pahamnya, mungkin karena dia berpikir gue tak pantas menerima kehangatan hatinya, atau dia yang ingkar akan perkataannya, gue nggak tau dan gue nggak peduli.

Gue pun pernah punya seseorang yang sangat gue percaya, kalau boleh dibilang mungkin dia adalah yang mendekati sempurna. Namun, saat gue terlalu yakin akan terus bersamanya, Tuhan memanggil dirinya untuk selama-lamanya. Well, it was nothing I could do about. Ternyata, janji dan ketulusan yang dimilikinya tak mampu membentengi dirinya dari ajal…

Gue pun punya dua orangtua yang sangat menyayangi dan mencintai gue dengan sepenuh hati. Tapi percayalah, meskipun mereka, saat ini gue menolak untuk mempercayai bahwa ketulusan cinta mereka adalah mutlak. Paling tinggi di bumi, mungkin iya, namun tidak mutlak. Kenapa? Karena ada kalanya kalian akan terluka dan menderita, karena orangtua kalian sendiri. Jika cinta mereka mutlak, tak akan pernah ada kesedihan dan air mata saat kalian bersama mereka, bahkan kalian akan dengan senang hati menancapkan pedang ke dada dengan senyuman ketika mereka memintanya. Tapi, ini hanya sekedar pendapat yang gue anut, mohon jangan salah paham. Kita tetap harus mencintai orangtua dengan sekuat tenaga, karena merekalah yang memiliki cinta terbesar di kehidupan kita. Tidak mutlak, hanya itu saja…

Contoh lain? Tentu masih banyak. Terlalu berharap memiliki harta berlimpah, jodoh yang cantik/tampan, jabatan tinggi… Itu semua juga akan berakhir dengan lara hati bila kita tidak siap menerima kenyataan bahwa yang terjadi tak sesuai dengan kehendak.

Kalau gue sendiri? Yah, kalau dilihat dari contoh2 di atas, gue memang nggak memasang kata TERLALU untuk hal2 yang sifatnya material, jabatan tinggi, rumah gede, pujian dan sanjungan, itu pun gue nggak peduli. Mungkin kata TERLALU itu cenderung meracuni hubungan gue dengan manusia. Gue terlalu berharap akan manusia… Itu sih yang gue rasain…

Waktu mereka berubah, bersikap yang tidak gue inginkan, gue menjadi lara hati dan nggak bisa berbuat apapun…

Jadi, apa yang harus gue lakukan untuk mengatasi semua ini? Gue rasa memang berat untuk menerima kenyataan, tapi terkadang gue memang nggak bisa memanjakan diri gue dengan luka dan air mata. I shall move on, karena hidup gue bakal begini2 terus kalau gue nggak merubahnya.

Sobat, buat kalian yang sudah jauh lebih mengerti tentang lara hati dan bagaimana cara mengatasinya, gue ucapkan selamat. Kalian telah berada di level tinggi dan sudah mendekati tingkat yang disebut bahagia. Kiranya setelah membaca tulisan gue ini, kalian berkenan membantu gue naikin level gue. There are so much more I must learn to encourage my heart. Plz, gue sangat membuka diri untuk menerima senjata dan perisai baru dari kalian, untuk dapat menghadapi lara hati…

Untukmu sobat, yang mungkin masih setara dengan gue, yang sedang berjuang dan meradang… Hehehe, kerasa banget susahnya ya? Yup, kita memang masih jauh dari sempurna, but at least, kita nggak berdiam diri. Sini gue bisikin satu hal, pssst, psssst, jangan mudah roboh karena orang lain tidak menghargai perjuangan kita — MAJU TERUS! Kita dan Tuhan yang lebih tau. Semoga level kita cepet naik yak!

Untukmu sobat, yang masih diam dan tak berdaya melakukan apapun. Percayalah, suatu saat kalian pasti bisa mengatasi lara hati itu. Gue juga pernah ada di level seperti kalian. Ketika lara hati, yang bisa gue lakukan cuma putus asa dan menangis. Lalu apa sih yang gue lakukan setelahnya? Yah, rada2 munafik dan maksain diri dikit sih, gue coba sedikit KEJAM ke diri gue. “Nggak ada gunanya kalo gue begini terus, gue kudu maju.” Yah, sedikitnya kalian mau menyimpan kalimat itu di benak kalian, Insya Allah walaupun kecil, kalian akan punya semangat untuk menaikkan level kalian… Selamat berjuang yah!

So, nggak dilarang kok untuk lara hati. Menangislah, bersedihlah, menjerit dan meraunglah… Tapi ingat, jangan terlalu… Pada saatnya nanti, kebahagiaan pasti akan datang, dan persiapkan diri untuk tidak TERLALU berlebihan menikmatinya…

QUOTE: Dikutip dari acara siramah rohani ramadhan di TV…: Jangan pernah mengharapkan ridhla manusia, namun harapkanlah ridhla Allah. Jadilah seperti tukang parkir, karena betapapun banyaknya mobil mewah yang dimilikinya, ia tak pernah bersedih ketika mobil2 itu harus pergi, karena ia tak merasa memilikinya. Allah tak akan pernah merubah nasib manusia selama manusia tak berusaha (kutipan2 yang paling mengakar di hati gue)…h rohani ramadhan di TV…: Jangan pernah mengharapkan ridhla manusia, namun harapkanlah ridhla Allah. Jadilah seperti tukang parkir, karena betapapun banyaknya mobil mewah yang dimilikinya, ia tak pernah bersedih ketika mobil2 itu harus pergi, karena ia tak merasa memilikinya. Allah tak akan pernah merubah nasib manusia selama manusia tak berusaha (kutipan2 yang paling mengakar di hati gue)…

taken from rama’s blog, it was simillar to me, thats why ^_^

Alloh always luv U<<

Jika kau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia….

Allah SWT tahu betapa keras engkau sudah berusaha.

Ketika kau sudah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih….

Allah SWT sudah menghitung air matamu…

Ketika kau fikir bahwa hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa berjalan begitu saja…

Allah SWT sedang menunggu bersamamu.

Ketika kau berfikir bahwa kau sudah mencoba segalanya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi…

Allah SWT sudah punya jawabannya.

Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan…

Allah SWT dapat menenangkanmu.

Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk untuk menelpon…

Allah SWT selalu berada disampingmu

Ketika kau mendambakan sebuah cinta sejati yang tak kunjung datang…

Allah SWT mempunyai Cinta dan Kasih yang lebih besar dari segalanya

dan Dia telah menciptakan seseorang yang akan menjadi pasangan hidupmu kelak.

Ketika kau merasa bahwa kau mencintai seseorang, namun kau tahu cintamu tak terbalas…

Allah SWT tahu apa yang ada di depanmu dan Dia sedang mempersiapkan segala yang terbaik untukmu.

Ketika kau merasa telah dikhianati dan dikecewakan….

Allah SWT dapat menyembuhkan lukamu dan membuatmu tersenyum

Jika tiba-tiba kau dapat melihat jejak-jejak harapan Allah SWT sedang berbisik kepadamu

Ketika segala sesuatu berjalan lancar dan kau merasa ingin mengucap syukur….

Allah SWT telah memberkahimu

Ketika sesuatu yang indah terjadi dan kau dipenuhi ketakjuban….

Allah SWT telah tersenyum padamu.

Ketika kau memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi….

Allah SWT sudah membuka matamu dan memanggilmu dengan namamu

Ingat dimanapun kau atau kemanapun kau menghadap….
Allah SWT Maha Mengetahui.

posted by L.U.P.I.N at 11:46 PM