Sobat, pernahkah kalian merasakan hal2 di bawah ini, yang membuat kalian lara dan terluka? Suatu keadaan yang membuat kalian putus asa, menderita, dan berduka?
– Terlalu berharap untuk percaya dan menggantungkan harapan pada manusia
– Terlalu berharap akan kebenaran ucapan manusia
– Terlalu berharap akan kemurnian cinta manusia
– Terlalu berharap akan kedamaian dan kebahagiaan yang ditawarkan manusia
Kalau memang kalian pernah merasakannya, atau barangkali ingin menambahkan beberapa poin lagi yang nggak tertulis disini, gue ucapin selamat, karena kalian telah melewati salah satu fase ujian terbesar dalam hidup. Sesuatu yang pernah gue rasakan, sesuatu yang sempat membuat gue hancur dan terhina. Oleh karenanya, ijinkan gue berbagi disini, sobat… Bukan memberi sebuah solusi, tapi setidaknya berbagi lara hati, yang mungkin dapat sedikit mengobati perasaan kalian itu, karena kalian tidak sendiri…
Seperti kebanyakan orang bijak bilang, sesuatu yang TERLALU itu tidak baik. Terlalu sedih, bahkan terlalu gembira. Terlalu hambar, bahkan terlalu banyak bumbu. Terlalu pasrah, bahkan terlalu percaya diri. Yang paling ideal adalah ketika semuanya seimbang, sesuai dengan dosis dan takaran. Sedih dan gembira pada waktunya, menambahi bumbu sekedar untuk menjadikan santapan tidak terasa hambar, atau berusaha seiring dengan rintihan do’a.
Yah, mungkin gue adalah salah satu orang yang sudah terlalu banyak mengkonsumsi TERLALU dalam hidup gue, sehingga gue menjadi tidak baik. Ketika hidup gue tidak seimbang, maka gue jadi tidak ideal…dan terciptalah lara hati…
Gue pernah terlalu berharap akan kebenaran omongan manusia. Contoh, mereka yang bilang “aku selalu ada di sisimu,” “Demi Allah, aku sayang/cinta kamu,” “jangan khawatir, aku akan selalu membantumu,” dll. Kala itu, gue percaya, berharap, dan yakin (dalam konteks terlalu), dan saat gue menemui kenyataan bahwa hal tersebut tidak mutlak atau ingkar, gue merasa sedih dan lara…
Gue pernah punya seorang sahabat yang senantiasa setia mendampingi gue, bahkan di kala gue susah. Namun, ketika gue terlalu berharap akan dirinya sebagai sandaran, Tuhan mengambilnya. Bahkan, setelah orang itu berjanji atas nama Tuhan dan menunjukkan sebenar-benarnya ketulusan hatinya…
Gue juga pernah punya seorang kakak angkat… Dia yang dahulunya membuat gue kagum, karena hatinya yang hangat dan penuh cinta, dan selalu menghiasi kalimat demi kalimatnya dengan kata SAYANG. Pada saat itu, gue terlalu percaya untuk menggantungkan semuanya, bahkan gue nggak ragu2 menunjukkan hina dan nista gue di hadapannya. Tapi apa yang terjadi? Cinta itu hilang, sirna seiring dengan kenyataan yang menjadi pahamnya, mungkin karena dia berpikir gue tak pantas menerima kehangatan hatinya, atau dia yang ingkar akan perkataannya, gue nggak tau dan gue nggak peduli.
Gue pun pernah punya seseorang yang sangat gue percaya, kalau boleh dibilang mungkin dia adalah yang mendekati sempurna. Namun, saat gue terlalu yakin akan terus bersamanya, Tuhan memanggil dirinya untuk selama-lamanya. Well, it was nothing I could do about. Ternyata, janji dan ketulusan yang dimilikinya tak mampu membentengi dirinya dari ajal…
Gue pun punya dua orangtua yang sangat menyayangi dan mencintai gue dengan sepenuh hati. Tapi percayalah, meskipun mereka, saat ini gue menolak untuk mempercayai bahwa ketulusan cinta mereka adalah mutlak. Paling tinggi di bumi, mungkin iya, namun tidak mutlak. Kenapa? Karena ada kalanya kalian akan terluka dan menderita, karena orangtua kalian sendiri. Jika cinta mereka mutlak, tak akan pernah ada kesedihan dan air mata saat kalian bersama mereka, bahkan kalian akan dengan senang hati menancapkan pedang ke dada dengan senyuman ketika mereka memintanya. Tapi, ini hanya sekedar pendapat yang gue anut, mohon jangan salah paham. Kita tetap harus mencintai orangtua dengan sekuat tenaga, karena merekalah yang memiliki cinta terbesar di kehidupan kita. Tidak mutlak, hanya itu saja…
Contoh lain? Tentu masih banyak. Terlalu berharap memiliki harta berlimpah, jodoh yang cantik/tampan, jabatan tinggi… Itu semua juga akan berakhir dengan lara hati bila kita tidak siap menerima kenyataan bahwa yang terjadi tak sesuai dengan kehendak.
Kalau gue sendiri? Yah, kalau dilihat dari contoh2 di atas, gue memang nggak memasang kata TERLALU untuk hal2 yang sifatnya material, jabatan tinggi, rumah gede, pujian dan sanjungan, itu pun gue nggak peduli. Mungkin kata TERLALU itu cenderung meracuni hubungan gue dengan manusia. Gue terlalu berharap akan manusia… Itu sih yang gue rasain…
Waktu mereka berubah, bersikap yang tidak gue inginkan, gue menjadi lara hati dan nggak bisa berbuat apapun…
Jadi, apa yang harus gue lakukan untuk mengatasi semua ini? Gue rasa memang berat untuk menerima kenyataan, tapi terkadang gue memang nggak bisa memanjakan diri gue dengan luka dan air mata. I shall move on, karena hidup gue bakal begini2 terus kalau gue nggak merubahnya.
Sobat, buat kalian yang sudah jauh lebih mengerti tentang lara hati dan bagaimana cara mengatasinya, gue ucapkan selamat. Kalian telah berada di level tinggi dan sudah mendekati tingkat yang disebut bahagia. Kiranya setelah membaca tulisan gue ini, kalian berkenan membantu gue naikin level gue. There are so much more I must learn to encourage my heart. Plz, gue sangat membuka diri untuk menerima senjata dan perisai baru dari kalian, untuk dapat menghadapi lara hati…
Untukmu sobat, yang mungkin masih setara dengan gue, yang sedang berjuang dan meradang… Hehehe, kerasa banget susahnya ya? Yup, kita memang masih jauh dari sempurna, but at least, kita nggak berdiam diri. Sini gue bisikin satu hal, pssst, psssst, jangan mudah roboh karena orang lain tidak menghargai perjuangan kita — MAJU TERUS! Kita dan Tuhan yang lebih tau. Semoga level kita cepet naik yak!
Untukmu sobat, yang masih diam dan tak berdaya melakukan apapun. Percayalah, suatu saat kalian pasti bisa mengatasi lara hati itu. Gue juga pernah ada di level seperti kalian. Ketika lara hati, yang bisa gue lakukan cuma putus asa dan menangis. Lalu apa sih yang gue lakukan setelahnya? Yah, rada2 munafik dan maksain diri dikit sih, gue coba sedikit KEJAM ke diri gue. “Nggak ada gunanya kalo gue begini terus, gue kudu maju.” Yah, sedikitnya kalian mau menyimpan kalimat itu di benak kalian, Insya Allah walaupun kecil, kalian akan punya semangat untuk menaikkan level kalian… Selamat berjuang yah!
So, nggak dilarang kok untuk lara hati. Menangislah, bersedihlah, menjerit dan meraunglah… Tapi ingat, jangan terlalu… Pada saatnya nanti, kebahagiaan pasti akan datang, dan persiapkan diri untuk tidak TERLALU berlebihan menikmatinya…
QUOTE: Dikutip dari acara siramaSobat, pernahkah kalian merasakan hal2 di bawah ini, yang membuat kalian lara dan terluka? Suatu keadaan yang membuat kalian putus asa, menderita, dan berduka?
– Terlalu berharap untuk percaya dan menggantungkan harapan pada manusia
– Terlalu berharap akan kebenaran ucapan manusia
– Terlalu berharap akan kemurnian cinta manusia
– Terlalu berharap akan kedamaian dan kebahagiaan yang ditawarkan manusia
Kalau memang kalian pernah merasakannya, atau barangkali ingin menambahkan beberapa poin lagi yang nggak tertulis disini, gue ucapin selamat, karena kalian telah melewati salah satu fase ujian terbesar dalam hidup. Sesuatu yang pernah gue rasakan, sesuatu yang sempat membuat gue hancur dan terhina. Oleh karenanya, ijinkan gue berbagi disini, sobat… Bukan memberi sebuah solusi, tapi setidaknya berbagi lara hati, yang mungkin dapat sedikit mengobati perasaan kalian itu, karena kalian tidak sendiri…
Seperti kebanyakan orang bijak bilang, sesuatu yang TERLALU itu tidak baik. Terlalu sedih, bahkan terlalu gembira. Terlalu hambar, bahkan terlalu banyak bumbu. Terlalu pasrah, bahkan terlalu percaya diri. Yang paling ideal adalah ketika semuanya seimbang, sesuai dengan dosis dan takaran. Sedih dan gembira pada waktunya, menambahi bumbu sekedar untuk menjadikan santapan tidak terasa hambar, atau berusaha seiring dengan rintihan do’a.
Yah, mungkin gue adalah salah satu orang yang sudah terlalu banyak mengkonsumsi TERLALU dalam hidup gue, sehingga gue menjadi tidak baik. Ketika hidup gue tidak seimbang, maka gue jadi tidak ideal…dan terciptalah lara hati…
Gue pernah terlalu berharap akan kebenaran omongan manusia. Contoh, mereka yang bilang “aku selalu ada di sisimu,” “Demi Allah, aku sayang/cinta kamu,” “jangan khawatir, aku akan selalu membantumu,” dll. Kala itu, gue percaya, berharap, dan yakin (dalam konteks terlalu), dan saat gue menemui kenyataan bahwa hal tersebut tidak mutlak atau ingkar, gue merasa sedih dan lara…
Gue pernah punya seorang sahabat yang senantiasa setia mendampingi gue, bahkan di kala gue susah. Namun, ketika gue terlalu berharap akan dirinya sebagai sandaran, Tuhan mengambilnya. Bahkan, setelah orang itu berjanji atas nama Tuhan dan menunjukkan sebenar-benarnya ketulusan hatinya…
Gue juga pernah punya seorang kakak angkat… Dia yang dahulunya membuat gue kagum, karena hatinya yang hangat dan penuh cinta, dan selalu menghiasi kalimat demi kalimatnya dengan kata SAYANG. Pada saat itu, gue terlalu percaya untuk menggantungkan semuanya, bahkan gue nggak ragu2 menunjukkan hina dan nista gue di hadapannya. Tapi apa yang terjadi? Cinta itu hilang, sirna seiring dengan kenyataan yang menjadi pahamnya, mungkin karena dia berpikir gue tak pantas menerima kehangatan hatinya, atau dia yang ingkar akan perkataannya, gue nggak tau dan gue nggak peduli.
Gue pun pernah punya seseorang yang sangat gue percaya, kalau boleh dibilang mungkin dia adalah yang mendekati sempurna. Namun, saat gue terlalu yakin akan terus bersamanya, Tuhan memanggil dirinya untuk selama-lamanya. Well, it was nothing I could do about. Ternyata, janji dan ketulusan yang dimilikinya tak mampu membentengi dirinya dari ajal…
Gue pun punya dua orangtua yang sangat menyayangi dan mencintai gue dengan sepenuh hati. Tapi percayalah, meskipun mereka, saat ini gue menolak untuk mempercayai bahwa ketulusan cinta mereka adalah mutlak. Paling tinggi di bumi, mungkin iya, namun tidak mutlak. Kenapa? Karena ada kalanya kalian akan terluka dan menderita, karena orangtua kalian sendiri. Jika cinta mereka mutlak, tak akan pernah ada kesedihan dan air mata saat kalian bersama mereka, bahkan kalian akan dengan senang hati menancapkan pedang ke dada dengan senyuman ketika mereka memintanya. Tapi, ini hanya sekedar pendapat yang gue anut, mohon jangan salah paham. Kita tetap harus mencintai orangtua dengan sekuat tenaga, karena merekalah yang memiliki cinta terbesar di kehidupan kita. Tidak mutlak, hanya itu saja…
Contoh lain? Tentu masih banyak. Terlalu berharap memiliki harta berlimpah, jodoh yang cantik/tampan, jabatan tinggi… Itu semua juga akan berakhir dengan lara hati bila kita tidak siap menerima kenyataan bahwa yang terjadi tak sesuai dengan kehendak.
Kalau gue sendiri? Yah, kalau dilihat dari contoh2 di atas, gue memang nggak memasang kata TERLALU untuk hal2 yang sifatnya material, jabatan tinggi, rumah gede, pujian dan sanjungan, itu pun gue nggak peduli. Mungkin kata TERLALU itu cenderung meracuni hubungan gue dengan manusia. Gue terlalu berharap akan manusia… Itu sih yang gue rasain…
Waktu mereka berubah, bersikap yang tidak gue inginkan, gue menjadi lara hati dan nggak bisa berbuat apapun…
Jadi, apa yang harus gue lakukan untuk mengatasi semua ini? Gue rasa memang berat untuk menerima kenyataan, tapi terkadang gue memang nggak bisa memanjakan diri gue dengan luka dan air mata. I shall move on, karena hidup gue bakal begini2 terus kalau gue nggak merubahnya.
Sobat, buat kalian yang sudah jauh lebih mengerti tentang lara hati dan bagaimana cara mengatasinya, gue ucapkan selamat. Kalian telah berada di level tinggi dan sudah mendekati tingkat yang disebut bahagia. Kiranya setelah membaca tulisan gue ini, kalian berkenan membantu gue naikin level gue. There are so much more I must learn to encourage my heart. Plz, gue sangat membuka diri untuk menerima senjata dan perisai baru dari kalian, untuk dapat menghadapi lara hati…
Untukmu sobat, yang mungkin masih setara dengan gue, yang sedang berjuang dan meradang… Hehehe, kerasa banget susahnya ya? Yup, kita memang masih jauh dari sempurna, but at least, kita nggak berdiam diri. Sini gue bisikin satu hal, pssst, psssst, jangan mudah roboh karena orang lain tidak menghargai perjuangan kita — MAJU TERUS! Kita dan Tuhan yang lebih tau. Semoga level kita cepet naik yak!
Untukmu sobat, yang masih diam dan tak berdaya melakukan apapun. Percayalah, suatu saat kalian pasti bisa mengatasi lara hati itu. Gue juga pernah ada di level seperti kalian. Ketika lara hati, yang bisa gue lakukan cuma putus asa dan menangis. Lalu apa sih yang gue lakukan setelahnya? Yah, rada2 munafik dan maksain diri dikit sih, gue coba sedikit KEJAM ke diri gue. “Nggak ada gunanya kalo gue begini terus, gue kudu maju.” Yah, sedikitnya kalian mau menyimpan kalimat itu di benak kalian, Insya Allah walaupun kecil, kalian akan punya semangat untuk menaikkan level kalian… Selamat berjuang yah!
So, nggak dilarang kok untuk lara hati. Menangislah, bersedihlah, menjerit dan meraunglah… Tapi ingat, jangan terlalu… Pada saatnya nanti, kebahagiaan pasti akan datang, dan persiapkan diri untuk tidak TERLALU berlebihan menikmatinya…
QUOTE: Dikutip dari acara siramah rohani ramadhan di TV…: Jangan pernah mengharapkan ridhla manusia, namun harapkanlah ridhla Allah. Jadilah seperti tukang parkir, karena betapapun banyaknya mobil mewah yang dimilikinya, ia tak pernah bersedih ketika mobil2 itu harus pergi, karena ia tak merasa memilikinya. Allah tak akan pernah merubah nasib manusia selama manusia tak berusaha (kutipan2 yang paling mengakar di hati gue)…h rohani ramadhan di TV…: Jangan pernah mengharapkan ridhla manusia, namun harapkanlah ridhla Allah. Jadilah seperti tukang parkir, karena betapapun banyaknya mobil mewah yang dimilikinya, ia tak pernah bersedih ketika mobil2 itu harus pergi, karena ia tak merasa memilikinya. Allah tak akan pernah merubah nasib manusia selama manusia tak berusaha (kutipan2 yang paling mengakar di hati gue)…
taken from rama’s blog, it was simillar to me, thats why ^_^